Senin, 14 November 2016

Jagung Hibrida



Laporan Praktek Lapang
Pemuliaan Tanaman

JAGUNG HIBRIDA DAN JAGUNG KOMPOSIT


 












Oleh

Nama              : Ahmad
Nim                 : G111 14 057
Kelas               : B
Kelompok      : 4 ( Empat)
Asisten            : 1. Fatmawati
                                                              2. Sulaiman SP




PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Tanaman  jagung  merupakan sumber  pangan  penting  setelah  padi. Selain  sebagai  sumber  pangan  juga sebagai  bahan  baku  pakan  ternak, pemanis pengganti gula tebu, bahan baku pembuat  biofuel,  bahan  baku  pembuat plastik  dan  lain-lain.  Propinsi  penghasil jagung terbesar di Indonesia adalah Jawa Timur,  Jawa  Tengah,  Lampung,  Sulawesi Selatan  dan  Nusa  Tenggara  Timur.
Jagung merupakan salah satu komuditas utama yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama di Indonesia. Jumlah jagung yang diproduksi oleh masyarakat belum cukup untuk memenuhi permintaan pasar karena masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang bagaimana cara membudidayakan jagung yang benar dan baik dan tanah atau lahan untuk tanaman jagung telah banyak dialih fungsikan sebagai gedung-gedung dan lain-lain. Perusahaan swasta pun juga belum memproduksi jagung secara optimal. Jagung juga sebagai makanan pokok di suatu daerah tertentu dan diubah menjadi beberapa makanan ringan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat sehingga kebutuhan akan jagung meningkat di masyarakat.
Hasil tanaman jagung juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu masih belum optimalnya penyebaran varietas unggul dimasyarakat, pemakaian pupuk yang belum tepat, penerapan teknologi dan cara bercocok tanam yang beum diperbaiki. Usaha untuk meningkatkan produksi tanaman jagung adalah peningkatan taraf hidup petani dan memenuhi kebutuhan pasar maka perlu peningkatan produksi jagung yang memenuhi standard baik kualitas dan kuantitas jagung yan dihasilkan tetapi dalam melakukan hal tersebut perlu mengetahui atau memahami karakteristik tanaman jagung yang akan ditanam seperti morfologi, fisiologi dan agroekologi yang diperlukan oleh tanaman jagung sehingga dapat meningkatkan produksi jagung di Indonesia.
Banyak kegunaan tanaman jagung selain sebagai makanan tetapi jagung dapat dijadikan sebagai tepung, jagung rebus, jagung bakar dan lain-lain sehingga dapat meningkatkan permintaan untuk tanaman jagung. Semakin banyak permintaan pasar maka akan meningkatkan jumlah permintaan sehingga produksi tanaman atau barang akan semakin menurun karena stok barang semakin menipis serta meningkatkan harga barang. Jagung juga mengandung karbohidrat yang sangat banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Keunggulan komparatif dari tanaman jagung banyak diolah dalam bentuk tepung, makanan ringan atau digunakan untuk bahan baku pakan ternak. Hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk keperluan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Sejalan dengan perkembangan industri pengolah jagung dan  perkembangan sektor peternakan,  permintaan akan jagung cenderung semakin meningkat.
Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan pratikum mngenai identifikasi varietas jagung hibrida dan jagung komposit untuk mengetahui perbedaan antara jagung hibrida dengan jagung komposit.
1.2  Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari pratikum pemuliaan tanaman adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui cara budidaya tanaman jagung yang baik dan benar
2.      Mengetahui perbedaan antara jagung komposit dan jagung hibrida
3.      Mengetahui prosedur kerja pembenihan jagung komposit dan jagung hibrida
Kegunaan dari pratikum lapang pemuliaan tanaman adalah sebagai bahan informasi untuk pratikan agar dapat membedakan antara jagung komposit dan jagung hibrida.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teknik Budidaya Tanaman Jagung
Menurut Kasryno (2011), teknik budidaya tanaman jagung adalah sebagai berikut:
1. Persiapan 
Tanaman jagung memerlukan aerasi dan drainase yang baik sehingga perlu penggemburan tanah. Pada umumnya persiapan lahan untuk tanaman jagung dilakukan dengan cara dibajak sedalam 15-20 cm, diikuti dengan penggaruan tanah sampai rata.  Ketika mempersiapkan lahan, sebaiknya tanah jangan terlampau basah tetapi cukup lembab sehingga mudah dikerjakan dan tidak lengket. Untuk jenis tanah berat dengan kelebihan, perlu dibuatkan saluran drainase. 
2. Penanaman 
Pada saat penanaman tanah harus cukup lembab tetapi tidak becek. Jarak tanaman harus diusahakan teratur agar ruang tumbuh tanaman seragam dan pemeliharaan tanaman mudah. Beberapa varietas mempunyai populasi optimum yang berbeda. Populasi optimum dari beberapa varietas yang telah beredar dipasaran sekitar 50.000 tanaman/ha Jagung dapat ditanam dengan menggunakan jarak tanam 100 cm x 40 cm dengan dua tanaman perlubang atau 100 cm x 20 cm dengan satu tanaman perlubang atau 75 cm x 25 cm dengan satu tanaman perlubang. Lubang dibuat sedalam 3-5 cm menggunkan tugal, setiap lubang diisi 2-3 biji jagung kemudian lubang ditutup dengan tanah. 
3. Pemupukan 
Dari semua unsur hara yang diperlukan tanaman yang paling banyak diserap tanaman adalah unsur Nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Nitrogen dibutuhkan tanaman jagung selama masa pertumbuhan sampai pematangan biji. Tanaman ini menghendaki tersedianya nitrogen secara terus menerus pada semua stadia pertumbuhan sampai pembentukan biji. Kekurangan nitrogen dalam tanaman walaupun pada stadia permulaan akan menurunkan hasil. 
Tanaman jagung membutuhkan pasokan unsur P sampai stadia lanjut, khususnya saat tanaman masih muda. Gejala kekurangan fosfat akan terlihat sebelum tanaman setinggi lutut. Sejumlah besar kalium diambil tanaman sejak tanaman setinggi lutut sampai selesai pembungaan. 
4. Pemeliharaan 
Tindakan pemeliharaan yang dilakukan antara lain penyulaman, penjarangan, penyiangan, pembubuan dan pemangkasan daun. Penyulaman dapat dilakukan dengan penyulaman bibit sekitar 1 minggu. Penjarangan tanaman dilakukan 2-3 minggu setelah tanam. Tanaman yang sehat dan tegap terus di pelihara sehingga diperoleh populasi tanaman yang diinginkan. 
Penurunan hasil yang disebabkan oleh persaingan gulma sangat beragam sesuai dengan jenis tanaman, jenis lahan, populasi dan jenis gulma serta faktor budidaya lainnya. Periode kritis persaingan tanaman dan gulma terjadi sejak tanam sampai seperempat atau sepertiga dari daur hidup tanaman tersebut. 
Agar tidak merugi, lahan jagung harus bebas dari gulma. Penyiangan dilakukan pada umur 15 hari setelah tanam dan harus dijaga jangan sampai menganggu atau merusak akar tanaman. Penyiangan kedua dilakukan sekaligus dengan pembubuan pada waktu pemupukan kedua. Pembubuan selain untuk memperkokoh batang juga untuk memperbaiki drainase dan mempermudah pengairan. 
Tindakan pemeliharaan lainnya yaitu pemangkasan daun.Daun jagung segar dapat digunakan sebagai makanan ternak. Dari hasil penelitian pemangkasan seluruh daun pada fase kemasakan tidak menurunkan hasil secara nyata karena pada fase itu biji telah terisi penuh. 
5. Pengairan 
Air sangat diperlukan pada saat penanaman, pembungaan (45-55 hari sesudah tanam) dan pengisian biji (60-80 hari setelah tanam). Pada masa pertumbuhan kebutuhan airnya tidak begitu tinggi dibandingkan dengan waktu berbunga yang membutuhkan air terbanyak. Pada masa berbunga ini waktu hujan pendek diselingi dengan matahari jauh lebih baik dari pada huja terus menerus. 
Pengairan sangat penting untuk mencegah tanaman jagung agar tidak layu. Pengairan yang terlambat mengakibatkan daun layu. Daerah dengan curah hujan yang tinggi, pengairan melalui air hujan dapat mencukupi. Pengairan juga dapat dilakukan dengan mengalirkan air melalui parit diantara barisan jagung atau menggunakan pompa air bila kesulitan air. 
6. Penyakit dan hama 
Tanaman jagung terdiri atas akar, batang, daun, bunga dan biji. Beberapa jenis hama dan penyakit tanaman jagung yang sering merusak dan menggangu pertumbuhan jagung dan mempengaruhi produktivitas antara lain : 
ü  Hama tanaman jagung, macam-macamnya : hama lundi, lalat bibit, ulat tanah, ulat daun, penggerek batang, ulat tentara, ulat tongkol.
ü  Penyakit tanaman jagung, macam-macamnya : bulai, cendawan, bercak ungu, karat.
Sebelum terjadinya serangan hama dan penyakit pada tanaman jagung tersebut maka dapat dilaksanakan langkah-langkah pencegahan dengan cara: 
ü  Penggunaan varietas bibit yang resisten 
ü  Penggunaan teknik-teknik agronomi 
ü  Penggunaan desinfektan pada benih yang akan ditanam 
ü  Pemeliharaan dan pemanfaatan musuh-musuh alami 
7. Panen 
Waktu panen jagung di pengaruhi oleh jenis varietas yang ditanam, ketinggian lahan, cuaca dan derajat masak. Umur panen jagung umumnya sudah cukup masak dan siap dipanen pada umur 7 minggu setelah berbunga. 
Pemanenan dilakukan apabila jagung cukup tua yaitu bila kulit jagung sudah kuning. Pemeriksaan dikebun dapat dilakukan dengan menekankan kuku ibu jari pada bijinya, bila tidak membekas jagung dapat segera dipanen.
Jagung yang dipanen prematur butirannya keriput dan setelah dikeringkan akan menghasilkan butir pecah atau butirnya rusak setelah proses pemipilan. Apabila dipanen lewat waktunya juga akan banyak butiran jagung yang rusak. Pemanenan sebaiknya dilakukan saat tidak turun hujan sehingga pengeringan dapat segera dilakukan. Umumya jagung dipanen dalam keadaan tongkol berkelobot (berkulit). 
8. Pasca panen
Penanganan pasca panen bisa dengan cara pengeringan, pada umumnya dilakukan dengan menghamparkan jagung dibawah terik matahari menggunakan alas tikar atau terpal. Pada waktu cerah penjemuran dapat dilakukan selama 3-4 hari. Dapat juga menggunakan mesin grain dryer. Kemudian jagung dipipil, agar segera dijemur kembali sampai kering konstan (kadar air kurang lebih 12%) agar dapat disimpan lama, biasanya memerlukan waktu penjemuran 60 jam sinar matahari. 
2.2 Deskripsi
2.2.1        Komposit
Menurut Zakaria (2011), jagung komposit adalah varietas hasil seleksi generasi lanjut dari populasi yang merupakan campuran dari berbagai breeding material. Keunggulan  jagung  komposit adalah  daya  adaptasi  luas,  sebagian berumur  genjah  dapat  dikembangkan  di lahan marginal maupun lahan subur, dan tahan  kekeringan,  selain  itu  harga  benih relatif  murah  dan  dapat  digunakan sampai  beberapa  generasi, namun kekurangannya  adalah  kapasitas produksi  jagung  jenis  ini  rendah  hanya sekitar 3-5 ton per hektar.
Menurut Yasin (2010) deskripsi jagung komposit bisma yaitu sebagai berikut
Tanggal dilepas           : 4 September 1995
Asal                               : Persilangan Pool 4 dengan bahan introduksi disertai seleksi massa selama 5 generasi
Umur                           : 50% keluar rambut : + 60 hari
Panen                          : + 96 hari
Batang                         : Tegap, tinggi sedang (+ 190 cm)
Daun                           : Panjang dan lebar
Warna daun                 : Hijau tuaPerakaran : BaikKerebahan : Tahan rebah
Tongkol                       : Besar dan silindris
Kedudukan tongkol    : Kurang lebih di tengah-tengah batang
Kelobot                       : Menutup tongkol dengan cukup baik (+ 95%)
Tipe biji                       : Semi mutiara (semi flint)
Warna biji                    : Kuning
Baris biji                      : Lurus dan rapat
Jumlah baris/tongkol   : 12 - 18 baris
Bobot 1000 biji           : + 307 g
Warna janggel             : Kebanyakan putih (+ 98 cm)
Rata-rata hasil             : + 5,7E t/ha pipilan kering
Potensi hasil                : 7,0 - 7,5 t/ha pipilan kering
Ketahanan                   : Tahan penyakit karat dan bercak daun
Keterangan                  : Baik untuk dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl
Pemulia                       : Subandi, Rudy Setyono, A. Sudjana, dan Hadiatm
2.2.2 Hibrida
Jagung hibrida adalah jagung yang benihnya merupakan keturunan pertama dari persilangan dua galur atau lebih dimana sifat-sifat individunya Heterozygot dan Homogen. Contohnya : Kelompok Cargil seperti C1, C2, Kelompok Pioneer seperti P1, P2, Kelompok Bisi seperti Bisi 1, Kelompok Semar seperti Semar 1, Kelompok CPI seperti CPI (Bara, 2010).
Varietas jagung hibrida merupakan generasi pertama (F1) hasil persilangan dua tua galur murni atau lebih (Poehlman dan Sleper, 1995). Galur murni didapat setelah dilakukan penyerbukan sendiri (selfing) minimal 5-6 generasi, karena pada generasi kelima secara teoritis didapat tingkat kehomozigotannya yang mendekati 97% (Allard, 1960). Penyerbukan sendiri (selfing) pada tanaman yang secara alami menyerbuk silang menyebabkan terjadinya tekanan silang dalam (inbreeding depression), yaitu kemunduran pada vigor tanaman yang disebabkan oleh bertambahnya frekuensi dari alel-alel homozigot, sedangkan heterozigotannya berkurang 50% pada setiap fokus (Bara, 2010).
Menurut Bara (2010), Jika tanaman jagung diserbuki sendiri, keturunan yang diperoleh (galur S1) mempunyai vigor yang lebih rendah daripada tanaman S0 semula, daya hasil berkurang, tinggi tanaman lebih kecil, tongkol lebih besar, dan lain-lain. Sebaliknya jika dua galur yang berbeda disilangkan, maka keturunan yang diperoleh (tanaman F1) mempunyai vigor yang lebih besar daripada kedua galur induknya, seperti daya hasil lebih tinggi, tanaman lebih tinggi, tongkol lebih besar, dan lain-lain. Bertambahnya vigor pada generasi F1 hasil persilangan antar dua galur murni disebut gejala heterosis. Heterosis adalah keunggulan hibrida atau hasil persilangan (F1) yang melebih nilai atau kisaran kedua tetuanya
Menurut Rukmana (2010), Varietas hibrida dapat dibentuk dengan berbagai macam kombinasi persilangan galur murni. Kombinasi tersebut adalah: Single Cross, Double Cross, Three Way Cross, Top Cross, Modified Single Cross dan lain-lain. Single Cross (SC) adalah hibrida yang berasal dari persilangan dua galur murni. Double Cross (DC) adalah hibrida yang berasal dari persilangan antara dua Single Cross. Sedangkan Three Way Cross adalah hibrida yang berasal dari persilangan antara Single Cross dan suatu galur murni yang lain. Top Cross adalah hibrida yang berasal dari persilangan antara galur murni dengan suatu varietas atau populasi. Modified Single Cross adalah hibrida yang berasal dari persilangan antara Single Cross (yang berasal dari 2 galur yang satu keturunan) dengan galur lain.
Pada umumnya jagung varietas hibrida yang terbaik akan memberikan hasil lebih tinggi dari pada jagung bersari bebas. Hasil rata-rata yang tinggi di beberapa negara Eropa dan Amerika adalah karena digunakannya varietas hibrida. Namun terdapat beberapa kelemahan dari penggunaan varietas jagung hibrida, karena dasar berikut. Untuk mendapatkan hasil yang maksimum, varietas hibrida memerlukan pemupukan yang tinggi dan lingkungan tumbuh yang lebih baik.
Setiap musim pertanaman, petani harus membeli benih baru (F1) yang harganya relatif mahal (Rukmana, 2010).
2.2.2.1 Bima 4
Seperti  halnya  dengan  Bima  2  dan  3 Bantimurung,  jagung  hibrida  varietas  Bima  4 juga memiliki penampilan tanaman yang kokoh, perakaran  yang  kuat,  penampilan  tongkol seragam  dan  besar,  kelobot  menutup  rapat, namun  agak  peka  terhadap  penyakit  bulai, toleran  penyakit  karat  bercak  bercak  daun. Selain  potensi  hasilnya  sangat  tinggi  dan  stay green varietas ini memiliki biomass yang tinggi sehingga selain dapat dipanen untuk menghasilkan biji sebagai pakan ternak ayam, juga dapat digunakan baik sebagai pakan hijauan maupun untuk silage melaui fermentasi (Zakaria, 2011).
Jagung varietas Bima 4 merupakan hasil persilangan antara galur G 180 dengan galur Mr-14. Varietas ini memiliki tinggi tanaman sekitar 212 cm, batang sedang dan tegak berwarna hijau, umur masak fisiologis ± 102 hari, umur 50% keluar rambut (silking) ± 59 hari, perakaran sangat baik, tahan rebah, keragaman tanaman seragam. Panjang tongkol ± 20 cm, tipe biji mutiara berwarna jingga, bobot biji sekitar 300 gram/1000 biji, jumlah baris 12 - 14 baris/tongkol, baris biji lurus, rata - rata produksi hasil 9,6 ton/ha pipilan kering dengan potensi produksi mencapai 10 t/ha (Zakaria, 2011).
Keunggulan jagung varietas Bima 4 cepat panen, hasil tinggi, umur berbunga lebih cepat, tahan karat dan bercak daun. Batang saat panen masih hijau (stay green) sehingga dapat digunakan sebagai pakan ternak. Varietas ini potensial dikembangkan secara komersial oleh agro-industri benih dalam rangka mendukung swasembada jagung (Zakaria, 2011).
2.2.2.2 Bima 5
Menurut Talanca (2011), Deskripsi tanaman jagung hibrida bima 5 adalah sebagai berikut:
Tanggal dilepas           : 31 Oktober 2008
Asal                            : G 193/Mr14, G193 dikembangkan dari populasi P5/Gm25,Mr-14 dikembangkan dari populasi Suwan 3.
Umur                           : Berumur dalam
50% keluar rambut      : + 60 hari
50% malai pecah         : + 58 hari
Masak fisiologis          : + 103 hari
Batang                         : Sedang dan tegap
Warna batang              : Hijau
Tinggi tanaman           : + 204 cm
Keragaman tanaman   : Seragam
Perakaran                    : Sangat baik
Bentuk malai               : Kompak
Warna malai                : Krem
Warna sekam               : Krem
Warna anther               : Krem
Warna rambut             : Krem
Tongkol                       : Besar dan panjang (+ 18,2 cm)
Bentuk tongkol           : Silindris
Kedudukan tongkol    : + 115 cm
Tipe biji                       : Setengah mutiara (semi flint)
Baris biji                      : Lurus
Warna biji                    : Jingga
Jumlah baris/tongkol   : 12 – 14 baris
Bobot 1000 biji           : + 270 g
Rata-rata hasil             : 9,3 t/ha
Potensi hasil                : 11,4 t/ha pipilan kering
Kandungan karbohidrat: 59,07%
Kandungan protein     : 11,09%
Kandungan lemak       : 4,13%
Keunggulan : Potensi hasil tinggi, tongkol seragam, penutupan kelobot baikdan Stay green
Ketahanan                   : Agak peka bulai, tahan karat dan bercak daun
Keterangan                  : Beradaptasi luas
Pemulia: Andi Takdir M., R. Neni Iriany M., M. Azrai, Musdalifah Isniani,Sigit Budisantoso, Sri Sunarti.
Tim Penguji            : Awaluddin Hipi, Andi Haris Talanca, Andi Tendi Rawe, Surtikanti,Syahrir Pakki, Said Kontong.
Teknisi                          : Sampara, Arifuddin, Fransiskus Misi, Stepanus Misi, Usman,, M. Rasyid Ridho
Pengusul                      : Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
2.2.2.3 Bima 19
Menurut Karsidi (2014), Dilepas pada tahun 2013, yang merupakan hasil persilangan antara hibrida silang tunggal G193//Mr14 sebagai tetua betina dengan galur murni Nei9008P sebagai tetua jantan (G193/Mr14 x Nei9008P). Pada umur 56 hst 50 % pollen keluar dan 58 hst 50% keluar rambut, umur panen (masak fisiologi) + 102 hari setelah tanam. Keragamannya seragam, tinggi tanaman + 213 cm, batang berbentuk bulat dengan diameter + 2,3 cm, berwarna hijau dan tahan rebah.
Menurut Karsidi (2014), Ukuran daun lebar dengan pola helai semi tegak, bentuk malai kerapatan bulir jarang dengan tipe percabangan yang agak bengkok, warna sekam (glume) hijau dengan antosianin sangat ringan, warna malai (anthera) kuning muda dengan semburan orange, warna rambut hijau kekuningan (green-yellow), sistem perakaran kuat.
Panjang ukuran tongkol +17,9 cm dengan diameter + 4,9 cm, kedudukan tongkol berada dipertengahan tinggi tanaman, kelobotnya menutup dan agak rapat, memiliki tipe biji semi mutiara yang berwarna kuning orange, baris antar biji lurus dan rapat, jumlah baris/tongkol 14-16 baris, bobot 1000 biji + 343 g rata-rata hasil10,6 t/ha dengan potensi hasil : 12,5 t/ha. Dengan kandungan protein + 15,41%, lemak + 11,98%, karbohidrat 58,60% (Karsidi, 2014).
Menurut Karsidi (2014), Keungulan tahan penyakit bulai (Peronosclerospora maydis L.), Penyakit karat daun (P. sorgi) dan penyakit hawar daun (Helminthosporium maydis), memiliki potensi hasil tinggi, toleran kekeringan, tahan rebah akar dan batang dan dianjurkan tanam pada musim kemarau di lahan sawah atau lahan kering.


BAB III
METODOLOGI
2.3      Waktu dan Tempat
Praktek Lapang dilaksakan pada hari/tanggal Sabtu, 28 November 2015 pukul 10.00 sampai selesai di Kebun Percobaan Baeng Desa Pabbentengang Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.
2.4      Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktek lapang adalah jenis jagung hibrida yang terdiri dari varietas jagung Bima 4, Bima 5 dan Bima 19 dan jagung komposit terdiri dari varietas Bisma. Adapun alat yang digunakan adalah kamera Hp dan alat tulis menulis.
2.5      Parameter Pengamatan
Pada pratek lapang ini parameter pengamatan yang diamati adalah jenis varietas jagung dimana yang terdiri dari jagung komposit (Bisma) dan jagung hibrida (Bima 4, Bima 5 dan Bima 19), alat kelamin pada jagung


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1.      Jagung Hibrida Bima 19
Nei 9008 (Bunga Jantan) dan Bima 5 (Bunga Betina)
 












2.      Jagung Hibrida Bima 4
MR 14 (Bunga Jantan) dan G 180 (Bunga Betina)









Jagung Hibrida Bima 5
MR 14 (Bunga Jantan) dan G 193 (Bunga Betina)
 


















3.      Jagung Komposit Bisma

 

4.2 Pembahasan
Pada praktek lapang di Kebun percobaan bajeng dilakukan pengamatan secara langsung pada morfologi tanaman jagung hibrida dan jagung komposit dimana terlihat beberapa ciri masing-masing varietas yang diamati pada kedua jagung tersebut.
Pada jagung hibrida seperti varietas Bima 4 yang diamati memiliki ciri morfologi tanaman dengan tinggi tanaman yang sedang dan tegap serta tanaman tersebut berwana hijau, dan tanaman jagung tersebut memiliki tongkol yang besar dan berbentuk silindris kurang lebih 25 cm serta memiliki ukuran daun yang lumayan lebar tetapi pendek dengan warna daun kekuning kuningan.
Berbeda halnya dengan jagung komposit dimana memiliki batang yang tegap dan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan jagung hibrida, jagung komposit ini memiliki daun yang panjang dan lebar tidak seperti jagung hibrida Bima 4 serta memiliki warna daun yang agak kuning.
Pada varietas jagung Bima 5 memiliki warna daun hijau kekuning kuningan denga tinggi tanaman yang pendek dibandingkan dengan varietas Bima 4 dan Bima 19 dan memiliki perakaran yang kuat serta tegap. Sedangkan varietas Bima 19 memiliki batang yang berwarna hijau dan perakaran yang kuat dan pada Bima 19 warna daunnya hijau tua dengan tingkol yang besar dibanding varietas lainnya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Karsidi (2014), Ukuran daun lebar dengan pola helai semi tegak, bentuk malai kerapatan bulir jarang dengan tipe percabangan yang agak bengkok, warna sekam (glume) hijau dengan antosianin sangat ringan, warna malai (anthera) kuning muda dengan semburan orange, warna rambut hijau kekuningan (green-yellow), sistem perakaran kuat.

    
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan dari praktek lapang maka dapat disimpulkan bahwa
1.      Cara budidaya tanaman yang baik dan benar yaitu dimulai dari proses persiapan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pengairan, penyakit dan hama,panen, pasca panen.
2.      Jagung hibrida adalah jagung yang benihnya merupakan keturunan pertama dari persilangan dua galur atau lebih dimana sifat-sifat individunya Heterozygot dan Homogen sedangkan jagung komposit adalah varietas hasil seleksi generasi lanjut dari populasi yang merupakan campuran dari berbagai breeding material.
5.2 Saran
Sebaiknya pengamatan dilakukan pada saat matahari tidak terlalu terik yang lebih memudahkan lagi dalam mengamati setiap varietas jagung.
DAFTAR PUSTAKA
Bara, A. 2010. Pengarauh Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.) di Lahan Kering.

Karsidi Permadi, Y. H. D. 2014. Kajian Beberapa Varietas Unggul Jagung Hibrida dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Jagung. Agrotrop, 4(2).

Kasryno, F., E. Pasandaran, Suyamto, dan M.  O.  Adnyana.  2011.  Gambaran Umum  Ekonomi  Jagung  di Indonesia. Jagung: Teknik Produksi dan  Pengembangan.  Pusat Penelitian  dan  pengembangan Tanaman  Pangan,  Bogor.  24  p.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/bjagung/satu.pdf  (diakses 1-7-2011).

Rukmana, I. H. R.2010. Usaha Tani Jagung. Kanisius.

Talanca, A. H. 2011. Reaksi Beberapa Varietas Jagung Hibrida Terhadap Penyakit Bulai. In Prosiding Seminar Nasional Serelia, Maros (pp. 3-4).

Yasin, 2010.Deskripsi Varietas Unggul. Balai Penelitian tanaman serealia.

Zakaria, A. K. 2011. Kebijakan Antisipatif dan Strategi Penggalangan Petani Menuju Swasembada Jagung Nasional. Analisis Kebjakan Pertanian, 9(3), 261-274.

Zakaria, A. K. 2011. Kebijakan Antisipatif dan Strategi Penggalangan Petani Menuju Swasembada Jagung Nasional. Analisis Kebjakan Pertanian, 9(3), 261-274.
LAMPIRAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar