Laporan
Praktek Lapang
Pemuliaan
Tanaman
JAGUNG
HIBRIDA DAN JAGUNG KOMPOSIT
Oleh
Nama : Ahmad
Nim : G111 14 057
Kelas : B
Kelompok : 4 ( Empat)
Asisten : 1. Fatmawati
2. Sulaiman SP
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman jagung
merupakan sumber pangan penting
setelah padi. Selain sebagai
sumber pangan juga sebagai
bahan baku pakan
ternak, pemanis pengganti gula tebu, bahan baku pembuat biofuel,
bahan baku pembuat plastik dan
lain-lain. Propinsi penghasil jagung terbesar di Indonesia adalah
Jawa Timur, Jawa Tengah,
Lampung, Sulawesi Selatan dan
Nusa Tenggara Timur.
Jagung merupakan salah satu
komuditas utama yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama di
Indonesia. Jumlah jagung yang diproduksi oleh masyarakat belum cukup untuk
memenuhi permintaan pasar karena masih banyak masyarakat yang belum mengetahui
tentang bagaimana cara membudidayakan jagung yang benar dan baik dan tanah atau
lahan untuk tanaman jagung telah banyak dialih fungsikan sebagai gedung-gedung
dan lain-lain. Perusahaan swasta pun juga belum memproduksi jagung secara
optimal. Jagung juga sebagai makanan pokok di suatu daerah tertentu dan diubah
menjadi beberapa makanan ringan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat sehingga
kebutuhan akan jagung meningkat di masyarakat.
Hasil tanaman jagung juga dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu masih belum optimalnya penyebaran
varietas unggul dimasyarakat, pemakaian pupuk yang belum tepat, penerapan
teknologi dan cara bercocok tanam yang beum diperbaiki. Usaha untuk
meningkatkan produksi tanaman jagung adalah peningkatan taraf hidup petani dan
memenuhi kebutuhan pasar maka perlu peningkatan produksi jagung yang memenuhi
standard baik kualitas dan kuantitas jagung yan dihasilkan tetapi dalam
melakukan hal tersebut perlu mengetahui atau memahami karakteristik tanaman
jagung yang akan ditanam seperti morfologi, fisiologi dan agroekologi yang diperlukan
oleh tanaman jagung sehingga dapat meningkatkan produksi jagung di Indonesia.
Banyak kegunaan tanaman
jagung selain sebagai makanan tetapi jagung dapat dijadikan sebagai tepung,
jagung rebus, jagung bakar dan lain-lain sehingga dapat meningkatkan permintaan
untuk tanaman jagung. Semakin banyak permintaan pasar maka akan meningkatkan
jumlah permintaan sehingga produksi tanaman atau barang akan semakin menurun
karena stok barang semakin menipis serta meningkatkan harga barang. Jagung juga
mengandung karbohidrat yang sangat banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Keunggulan komparatif dari tanaman jagung banyak diolah dalam bentuk tepung, makanan ringan
atau digunakan untuk bahan baku pakan ternak. Hampir seluruh bagian tanaman
dapat dimanfaatkan untuk keperluan manusia baik langsung maupun tidak langsung.
Sejalan dengan perkembangan industri pengolah jagung dan perkembangan
sektor peternakan, permintaan akan jagung cenderung semakin meningkat.
Berdasarkan uraian
diatas perlu dilakukan pratikum mngenai identifikasi varietas jagung hibrida
dan jagung komposit untuk mengetahui perbedaan antara jagung hibrida dengan
jagung komposit.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari pratikum
pemuliaan tanaman adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui
cara budidaya tanaman jagung yang baik dan benar
2. Mengetahui
perbedaan antara jagung komposit dan jagung hibrida
3. Mengetahui
prosedur kerja pembenihan jagung komposit dan jagung hibrida
Kegunaan dari pratikum
lapang pemuliaan tanaman adalah sebagai bahan informasi untuk pratikan agar dapat
membedakan antara jagung komposit dan jagung hibrida.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Teknik Budidaya Tanaman Jagung
Menurut Kasryno (2011),
teknik budidaya tanaman jagung adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
Tanaman jagung memerlukan aerasi dan
drainase yang baik sehingga perlu penggemburan tanah. Pada umumnya persiapan
lahan untuk tanaman jagung dilakukan dengan cara dibajak sedalam 15-20 cm,
diikuti dengan penggaruan tanah sampai rata. Ketika mempersiapkan lahan,
sebaiknya tanah jangan terlampau basah tetapi cukup lembab sehingga mudah
dikerjakan dan tidak lengket. Untuk jenis tanah berat dengan kelebihan, perlu
dibuatkan saluran drainase.
2. Penanaman
Pada saat penanaman tanah harus
cukup lembab tetapi tidak becek. Jarak tanaman harus diusahakan teratur agar
ruang tumbuh tanaman seragam dan pemeliharaan tanaman mudah. Beberapa varietas
mempunyai populasi optimum yang berbeda. Populasi optimum dari beberapa
varietas yang telah beredar dipasaran sekitar 50.000 tanaman/ha Jagung dapat
ditanam dengan menggunakan jarak tanam 100 cm x 40 cm dengan dua tanaman
perlubang atau 100 cm x 20 cm dengan satu tanaman perlubang atau 75 cm x 25 cm
dengan satu tanaman perlubang. Lubang dibuat sedalam 3-5 cm menggunkan tugal,
setiap lubang diisi 2-3 biji jagung kemudian lubang ditutup dengan tanah.
3. Pemupukan
Dari semua unsur hara yang
diperlukan tanaman yang paling banyak diserap tanaman adalah unsur Nitrogen
(N), fosfor (P) dan kalium (K). Nitrogen dibutuhkan tanaman jagung selama
masa pertumbuhan sampai pematangan biji. Tanaman ini menghendaki tersedianya
nitrogen secara terus menerus pada semua stadia pertumbuhan sampai pembentukan
biji. Kekurangan nitrogen dalam tanaman walaupun pada stadia permulaan akan
menurunkan hasil.
Tanaman jagung membutuhkan pasokan
unsur P sampai stadia lanjut, khususnya saat tanaman masih muda. Gejala
kekurangan fosfat akan terlihat sebelum tanaman setinggi lutut. Sejumlah
besar kalium diambil tanaman sejak tanaman setinggi lutut sampai selesai
pembungaan.
4. Pemeliharaan
Tindakan pemeliharaan yang dilakukan
antara lain penyulaman, penjarangan, penyiangan, pembubuan dan pemangkasan
daun. Penyulaman dapat dilakukan dengan penyulaman bibit sekitar 1 minggu.
Penjarangan tanaman dilakukan 2-3 minggu setelah tanam. Tanaman yang sehat dan
tegap terus di pelihara sehingga diperoleh populasi tanaman yang
diinginkan.
Penurunan hasil yang disebabkan oleh
persaingan gulma sangat beragam sesuai dengan jenis tanaman, jenis lahan,
populasi dan jenis gulma serta faktor budidaya lainnya. Periode kritis
persaingan tanaman dan gulma terjadi sejak tanam sampai seperempat atau
sepertiga dari daur hidup tanaman tersebut.
Agar tidak merugi, lahan jagung
harus bebas dari gulma. Penyiangan dilakukan pada umur 15 hari setelah tanam
dan harus dijaga jangan sampai menganggu atau merusak akar tanaman. Penyiangan
kedua dilakukan sekaligus dengan pembubuan pada waktu pemupukan kedua.
Pembubuan selain untuk memperkokoh batang juga untuk memperbaiki drainase dan
mempermudah pengairan.
Tindakan pemeliharaan lainnya yaitu
pemangkasan daun.Daun jagung segar dapat digunakan sebagai makanan ternak. Dari
hasil penelitian pemangkasan seluruh daun pada fase kemasakan tidak menurunkan
hasil secara nyata karena pada fase itu biji telah terisi penuh.
5. Pengairan
Air sangat diperlukan pada saat
penanaman, pembungaan (45-55 hari sesudah tanam) dan pengisian biji (60-80 hari
setelah tanam). Pada masa pertumbuhan kebutuhan airnya tidak begitu tinggi
dibandingkan dengan waktu berbunga yang membutuhkan air terbanyak. Pada masa
berbunga ini waktu hujan pendek diselingi dengan matahari jauh lebih baik dari
pada huja terus menerus.
Pengairan sangat penting untuk
mencegah tanaman jagung agar tidak layu. Pengairan yang terlambat mengakibatkan
daun layu. Daerah dengan curah hujan yang tinggi, pengairan melalui air hujan
dapat mencukupi. Pengairan juga dapat dilakukan dengan mengalirkan air melalui
parit diantara barisan jagung atau menggunakan pompa air bila kesulitan
air.
6. Penyakit dan hama
Tanaman jagung terdiri atas akar,
batang, daun, bunga dan biji. Beberapa jenis hama dan penyakit tanaman jagung
yang sering merusak dan menggangu pertumbuhan jagung dan mempengaruhi
produktivitas antara lain :
ü Hama tanaman
jagung, macam-macamnya : hama lundi, lalat bibit, ulat tanah, ulat daun,
penggerek batang, ulat tentara, ulat tongkol.
ü Penyakit
tanaman jagung, macam-macamnya : bulai, cendawan, bercak ungu, karat.
Sebelum terjadinya serangan hama dan
penyakit pada tanaman jagung tersebut maka dapat dilaksanakan langkah-langkah pencegahan
dengan cara:
ü
Penggunaan varietas bibit yang resisten
ü
Penggunaan teknik-teknik agronomi
ü
Penggunaan desinfektan pada benih yang akan
ditanam
ü
Pemeliharaan dan pemanfaatan musuh-musuh alami
7. Panen
Waktu panen jagung di pengaruhi oleh
jenis varietas yang ditanam, ketinggian lahan, cuaca dan derajat masak. Umur
panen jagung umumnya sudah cukup masak dan siap dipanen pada umur 7 minggu
setelah berbunga.
Pemanenan dilakukan apabila jagung cukup tua yaitu
bila kulit jagung sudah kuning. Pemeriksaan dikebun dapat dilakukan dengan
menekankan kuku ibu jari pada bijinya, bila tidak membekas jagung dapat segera
dipanen.
Jagung yang dipanen prematur
butirannya keriput dan setelah dikeringkan akan menghasilkan butir pecah atau
butirnya rusak setelah proses pemipilan. Apabila dipanen lewat waktunya juga
akan banyak butiran jagung yang rusak. Pemanenan sebaiknya dilakukan saat tidak
turun hujan sehingga pengeringan dapat segera dilakukan. Umumya jagung dipanen
dalam keadaan tongkol berkelobot (berkulit).
8. Pasca panen
Penanganan pasca panen bisa dengan
cara pengeringan, pada umumnya dilakukan dengan menghamparkan jagung dibawah
terik matahari menggunakan alas tikar atau terpal. Pada waktu cerah penjemuran
dapat dilakukan selama 3-4 hari. Dapat juga menggunakan mesin grain dryer.
Kemudian jagung dipipil, agar segera dijemur kembali sampai kering konstan
(kadar air kurang lebih 12%) agar dapat disimpan lama, biasanya memerlukan
waktu penjemuran 60 jam sinar matahari.
2.2
Deskripsi
2.2.1
Komposit
Menurut Zakaria (2011),
jagung komposit adalah varietas hasil seleksi generasi lanjut dari populasi
yang merupakan campuran dari berbagai breeding material. Keunggulan jagung
komposit adalah daya adaptasi
luas, sebagian berumur genjah
dapat dikembangkan di lahan marginal maupun lahan subur, dan
tahan kekeringan, selain
itu harga benih relatif
murah dan dapat
digunakan sampai beberapa generasi, namun
kekurangannya adalah kapasitas produksi jagung
jenis ini rendah
hanya sekitar 3-5 ton per hektar.
Menurut Yasin (2010)
deskripsi jagung komposit bisma yaitu sebagai berikut
Tanggal dilepas : 4 September 1995
Asal :
Persilangan Pool 4 dengan bahan introduksi disertai seleksi massa selama 5
generasi
Umur :
50% keluar rambut : + 60 hari
Panen :
+ 96 hari
Batang :
Tegap, tinggi sedang (+ 190 cm)
Daun :
Panjang dan lebar
Warna daun :
Hijau tuaPerakaran : BaikKerebahan : Tahan rebah
Tongkol :
Besar dan silindris
Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang
Kelobot
: Menutup tongkol dengan cukup baik (+ 95%)
Tipe biji : Semi mutiara (semi flint)
Warna biji : Kuning
Baris biji : Lurus dan rapat
Jumlah baris/tongkol : 12 - 18 baris
Bobot 1000 biji : + 307 g
Warna janggel : Kebanyakan putih (+ 98 cm)
Rata-rata hasil : + 5,7E t/ha pipilan kering
Potensi hasil : 7,0 - 7,5 t/ha pipilan kering
Ketahanan : Tahan penyakit karat dan bercak daun
Keterangan : Baik untuk dataran rendah sampai ketinggian 500 m
dpl
Pemulia :
Subandi, Rudy Setyono, A. Sudjana, dan Hadiatm
2.2.2
Hibrida
Jagung hibrida adalah jagung yang benihnya merupakan
keturunan pertama dari persilangan dua galur atau lebih dimana sifat-sifat
individunya Heterozygot dan Homogen. Contohnya : Kelompok Cargil seperti C1,
C2, Kelompok Pioneer seperti P1, P2, Kelompok Bisi seperti Bisi 1, Kelompok
Semar seperti Semar 1, Kelompok CPI seperti CPI (Bara, 2010).
Varietas jagung hibrida merupakan generasi pertama (F1) hasil
persilangan dua tua galur murni atau lebih (Poehlman dan Sleper, 1995). Galur
murni didapat setelah dilakukan penyerbukan sendiri (selfing) minimal 5-6
generasi, karena pada generasi kelima secara teoritis didapat tingkat
kehomozigotannya yang mendekati 97% (Allard, 1960). Penyerbukan sendiri
(selfing) pada tanaman yang secara alami menyerbuk silang menyebabkan
terjadinya tekanan silang dalam (inbreeding depression), yaitu kemunduran pada
vigor tanaman yang disebabkan oleh bertambahnya frekuensi dari alel-alel
homozigot, sedangkan heterozigotannya berkurang 50% pada setiap fokus (Bara,
2010).
Menurut Bara (2010), Jika tanaman jagung diserbuki sendiri,
keturunan yang diperoleh (galur S1) mempunyai vigor yang lebih rendah daripada
tanaman S0 semula, daya hasil berkurang, tinggi tanaman lebih kecil, tongkol
lebih besar, dan lain-lain. Sebaliknya jika dua galur yang berbeda disilangkan,
maka keturunan yang diperoleh (tanaman F1) mempunyai vigor yang lebih besar
daripada kedua galur induknya, seperti daya hasil lebih tinggi, tanaman lebih
tinggi, tongkol lebih besar, dan lain-lain. Bertambahnya vigor pada generasi F1
hasil persilangan antar dua galur murni disebut gejala heterosis. Heterosis
adalah keunggulan hibrida atau hasil persilangan (F1) yang melebih nilai atau
kisaran kedua tetuanya
Menurut Rukmana (2010), Varietas hibrida dapat dibentuk
dengan berbagai macam kombinasi persilangan galur murni. Kombinasi tersebut
adalah: Single Cross, Double Cross, Three Way Cross, Top Cross, Modified Single
Cross dan lain-lain. Single Cross (SC) adalah hibrida yang berasal dari
persilangan dua galur murni. Double Cross (DC) adalah hibrida yang berasal dari
persilangan antara dua Single Cross. Sedangkan Three Way Cross adalah hibrida
yang berasal dari persilangan antara Single Cross dan suatu galur murni yang
lain. Top Cross adalah hibrida yang berasal dari persilangan antara galur murni
dengan suatu varietas atau populasi. Modified Single Cross adalah hibrida yang
berasal dari persilangan antara Single Cross (yang berasal dari 2 galur yang
satu keturunan) dengan galur lain.
Pada umumnya jagung varietas hibrida yang terbaik akan memberikan
hasil lebih tinggi dari pada jagung bersari bebas. Hasil rata-rata yang tinggi
di beberapa negara Eropa dan Amerika adalah karena digunakannya varietas
hibrida. Namun terdapat beberapa kelemahan dari penggunaan varietas jagung
hibrida, karena dasar berikut. Untuk mendapatkan hasil yang maksimum, varietas
hibrida memerlukan pemupukan yang tinggi dan lingkungan tumbuh yang lebih baik.
Setiap musim pertanaman, petani harus membeli benih baru (F1) yang harganya relatif mahal (Rukmana, 2010).
Setiap musim pertanaman, petani harus membeli benih baru (F1) yang harganya relatif mahal (Rukmana, 2010).
2.2.2.1
Bima 4
Seperti halnya
dengan Bima 2 dan 3 Bantimurung, jagung
hibrida varietas Bima 4
juga memiliki penampilan tanaman yang kokoh, perakaran yang
kuat, penampilan tongkol seragam dan
besar, kelobot menutup
rapat, namun agak peka
terhadap penyakit bulai, toleran penyakit
karat bercak bercak
daun. Selain potensi hasilnya
sangat tinggi dan
stay green varietas ini memiliki biomass yang tinggi sehingga selain
dapat dipanen untuk menghasilkan biji sebagai pakan ternak ayam, juga dapat
digunakan baik sebagai pakan hijauan maupun untuk silage melaui fermentasi
(Zakaria, 2011).
Jagung varietas Bima 4
merupakan hasil persilangan antara galur G 180 dengan galur Mr-14. Varietas ini
memiliki tinggi tanaman sekitar 212 cm, batang sedang dan tegak berwarna hijau,
umur masak fisiologis ± 102 hari, umur 50% keluar rambut (silking) ± 59 hari,
perakaran sangat baik, tahan rebah, keragaman tanaman seragam. Panjang tongkol
± 20 cm, tipe biji mutiara berwarna jingga, bobot biji sekitar 300 gram/1000
biji, jumlah baris 12 - 14 baris/tongkol, baris biji lurus, rata - rata
produksi hasil 9,6 ton/ha pipilan kering dengan potensi produksi mencapai 10
t/ha (Zakaria, 2011).
Keunggulan jagung
varietas Bima 4 cepat panen, hasil tinggi, umur berbunga lebih cepat, tahan
karat dan bercak daun. Batang saat panen masih hijau (stay green) sehingga
dapat digunakan sebagai pakan ternak. Varietas ini potensial dikembangkan
secara komersial oleh agro-industri benih dalam rangka mendukung swasembada
jagung (Zakaria, 2011).
2.2.2.2
Bima 5
Menurut Talanca (2011), Deskripsi tanaman jagung
hibrida bima 5 adalah sebagai berikut:
Tanggal
dilepas : 31 Oktober 2008
Asal : G 193/Mr14, G193
dikembangkan dari populasi P5/Gm25,Mr-14 dikembangkan dari populasi Suwan 3.
Umur : Berumur dalam
50%
keluar rambut : + 60 hari
50%
malai pecah : + 58 hari
Masak
fisiologis : + 103 hari
Batang : Sedang dan tegap
Warna
batang : Hijau
Tinggi
tanaman : + 204 cm
Keragaman
tanaman : Seragam
Perakaran : Sangat baik
Bentuk
malai : Kompak
Warna
malai : Krem
Warna
sekam : Krem
Warna
anther : Krem
Warna
rambut : Krem
Tongkol : Besar dan panjang (+
18,2 cm)
Bentuk
tongkol : Silindris
Kedudukan
tongkol : + 115 cm
Tipe
biji : Setengah
mutiara (semi flint)
Baris
biji : Lurus
Warna
biji : Jingga
Jumlah
baris/tongkol : 12 – 14 baris
Bobot
1000 biji : + 270 g
Rata-rata
hasil : 9,3 t/ha
Potensi
hasil : 11,4 t/ha pipilan
kering
Kandungan
karbohidrat: 59,07%
Kandungan
protein : 11,09%
Kandungan
lemak : 4,13%
Keunggulan
: Potensi hasil tinggi, tongkol seragam, penutupan kelobot baikdan Stay
green
Ketahanan : Agak peka bulai, tahan
karat dan bercak daun
Keterangan
: Beradaptasi luas
Pemulia:
Andi Takdir M., R. Neni Iriany M., M. Azrai, Musdalifah Isniani,Sigit
Budisantoso, Sri Sunarti.
Tim
Penguji : Awaluddin Hipi, Andi
Haris Talanca, Andi Tendi Rawe, Surtikanti,Syahrir Pakki, Said Kontong.
Teknisi : Sampara, Arifuddin,
Fransiskus Misi, Stepanus Misi, Usman,, M. Rasyid Ridho
Pengusul : Balai Penelitian
Tanaman Serealia, Maros.
2.2.2.3
Bima 19
Menurut
Karsidi (2014), Dilepas pada tahun 2013, yang merupakan hasil persilangan
antara hibrida silang tunggal G193//Mr14 sebagai tetua betina dengan galur
murni Nei9008P sebagai tetua jantan (G193/Mr14 x Nei9008P). Pada umur 56 hst 50
% pollen keluar dan 58 hst 50% keluar rambut, umur panen (masak fisiologi) +
102 hari setelah tanam. Keragamannya seragam, tinggi tanaman + 213 cm, batang
berbentuk bulat dengan diameter + 2,3 cm, berwarna hijau dan tahan rebah.
Menurut
Karsidi (2014), Ukuran daun lebar dengan pola helai semi tegak, bentuk malai
kerapatan bulir jarang dengan tipe percabangan yang agak bengkok, warna sekam
(glume) hijau dengan antosianin sangat ringan, warna malai (anthera) kuning
muda dengan semburan orange, warna rambut hijau kekuningan (green-yellow),
sistem perakaran kuat.
Panjang
ukuran tongkol +17,9 cm dengan diameter + 4,9 cm, kedudukan tongkol berada
dipertengahan tinggi tanaman, kelobotnya menutup dan agak rapat, memiliki tipe
biji semi mutiara yang berwarna kuning orange, baris antar biji lurus dan
rapat, jumlah baris/tongkol 14-16 baris, bobot 1000 biji + 343 g rata-rata
hasil10,6 t/ha dengan potensi hasil : 12,5 t/ha. Dengan kandungan protein +
15,41%, lemak + 11,98%, karbohidrat 58,60% (Karsidi, 2014).
Menurut
Karsidi (2014), Keungulan tahan penyakit bulai (Peronosclerospora maydis L.),
Penyakit karat daun (P. sorgi) dan penyakit hawar daun (Helminthosporium
maydis), memiliki potensi hasil tinggi, toleran kekeringan, tahan rebah
akar dan batang dan dianjurkan tanam pada musim kemarau di lahan sawah atau
lahan kering.
BAB III
METODOLOGI
2.3
Waktu
dan Tempat
Praktek Lapang
dilaksakan pada hari/tanggal Sabtu, 28 November 2015 pukul 10.00 sampai selesai
di Kebun Percobaan Baeng Desa Pabbentengang Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa
Sulawesi Selatan.
2.4
Bahan
dan Alat
Bahan yang digunakan
dalam praktek lapang adalah jenis jagung hibrida yang terdiri dari varietas
jagung Bima 4, Bima 5 dan Bima 19 dan jagung komposit terdiri dari varietas
Bisma. Adapun alat yang digunakan adalah kamera Hp dan alat tulis menulis.
2.5
Parameter
Pengamatan
Pada pratek lapang ini
parameter pengamatan yang diamati adalah jenis varietas jagung dimana yang
terdiri dari jagung komposit (Bisma) dan jagung hibrida (Bima 4, Bima 5 dan
Bima 19), alat kelamin pada jagung
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
1.
Jagung Hibrida Bima 19
Nei
9008 (Bunga Jantan) dan Bima 5 (Bunga Betina)
2. Jagung
Hibrida Bima 4
MR
14 (Bunga Jantan) dan G 180 (Bunga Betina)
Jagung Hibrida Bima 5
MR
14 (Bunga Jantan) dan G 193 (Bunga Betina)
3. Jagung
Komposit Bisma
4.2
Pembahasan
Pada praktek lapang di
Kebun percobaan bajeng dilakukan pengamatan secara langsung pada morfologi
tanaman jagung hibrida dan jagung komposit dimana terlihat beberapa ciri
masing-masing varietas yang diamati pada kedua jagung tersebut.
Pada jagung hibrida
seperti varietas Bima 4 yang diamati memiliki ciri morfologi tanaman dengan
tinggi tanaman yang sedang dan tegap serta tanaman tersebut berwana hijau, dan
tanaman jagung tersebut memiliki tongkol yang besar dan berbentuk silindris
kurang lebih 25 cm serta memiliki ukuran daun yang lumayan lebar tetapi pendek
dengan warna daun kekuning kuningan.
Berbeda halnya dengan
jagung komposit dimana memiliki batang yang tegap dan sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan jagung hibrida, jagung komposit ini memiliki daun yang
panjang dan lebar tidak seperti jagung hibrida Bima 4 serta memiliki warna daun
yang agak kuning.
Pada varietas jagung
Bima 5 memiliki warna daun hijau kekuning kuningan denga tinggi tanaman yang
pendek dibandingkan dengan varietas Bima 4 dan Bima 19 dan memiliki perakaran
yang kuat serta tegap. Sedangkan varietas Bima 19 memiliki batang yang berwarna
hijau dan perakaran yang kuat dan pada Bima 19 warna daunnya hijau tua dengan
tingkol yang besar dibanding varietas lainnya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Karsidi (2014), Ukuran
daun lebar dengan pola helai semi tegak, bentuk malai kerapatan bulir jarang
dengan tipe percabangan yang agak bengkok, warna sekam (glume) hijau dengan
antosianin sangat ringan, warna malai (anthera) kuning muda dengan semburan
orange, warna rambut hijau kekuningan (green-yellow), sistem perakaran kuat.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang
telah didapatkan dari praktek lapang maka dapat disimpulkan bahwa
1.
Cara budidaya tanaman yang baik dan
benar yaitu dimulai dari proses persiapan,
penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pengairan, penyakit dan
hama,panen, pasca panen.
2.
Jagung hibrida
adalah jagung yang benihnya merupakan keturunan pertama dari persilangan dua
galur atau lebih dimana sifat-sifat individunya Heterozygot dan Homogen
sedangkan jagung komposit adalah varietas hasil seleksi generasi lanjut dari
populasi yang merupakan campuran dari berbagai breeding material.
5.2
Saran
Sebaiknya pengamatan
dilakukan pada saat matahari tidak terlalu terik yang lebih memudahkan lagi
dalam mengamati setiap varietas jagung.
DAFTAR
PUSTAKA
Bara, A.
2010. Pengarauh Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.) di Lahan Kering.
Karsidi
Permadi, Y. H. D. 2014. Kajian Beberapa Varietas Unggul Jagung Hibrida dalam
Mendukung Peningkatan Produktivitas Jagung. Agrotrop, 4(2).
Kasryno,
F., E. Pasandaran, Suyamto, dan M. O.
Adnyana. 2011. Gambaran Umum
Ekonomi Jagung di Indonesia. Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan.
Pusat Penelitian dan pengembangan Tanaman Pangan,
Bogor. 24 p.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/bjagung/satu.pdf (diakses 1-7-2011).
Rukmana, I.
H. R.2010. Usaha Tani Jagung. Kanisius.
Talanca, A.
H. 2011. Reaksi Beberapa Varietas Jagung Hibrida Terhadap Penyakit Bulai. In Prosiding
Seminar Nasional Serelia, Maros (pp. 3-4).
Zakaria, A.
K. 2011. Kebijakan Antisipatif dan Strategi Penggalangan Petani Menuju
Swasembada Jagung Nasional. Analisis Kebjakan Pertanian, 9(3),
261-274.
Zakaria, A.
K. 2011. Kebijakan Antisipatif dan Strategi Penggalangan Petani Menuju
Swasembada Jagung Nasional. Analisis Kebjakan Pertanian, 9(3),
261-274.
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar