Senin, 14 November 2016

Uji Viabilitas Pollen



UJI VIABILITAS TEPUNG SARI (POLLEN)



index.jpg
 







Disusun Oleh

Nama              :Ahmad
Nim                 : G111 14 057
Kelas               : B
Kelompok      : 4 (Empat)
Asisten            : 1. Fatmawati
                                                                          2. Sulaiman



PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kelapa (Cocos nucifera) adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan adalah anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna, khususnya bagi masyarakatpesisir. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah yang dihasilkan tumbuhan ini.
Pohon dengan batang tunggal atau kadang-kadang bercabang. Akar serabut, tebal dan berkayu, berkerumun membentuk bonggol, adaptif pada lahan berpasir pantai. Batang beruas-ruas namun bila sudah tua tidak terlalu tampak, khas tipe monokotil dengan pembuluh menyebar (tidak konsentrik)  yang berkayu sehingga kayunya kurang baik digunakan untuk bangunan.
Daun tersusun secara majemuk, menyirip sejajar tunggal, pelepah pada ibu tangkai daun pendek, duduk pada batang, warna daun hijau kekuningan. Bunga tersusun majemuk pada rangkaian yang dilindungi oleh bractea; terdapat bunga jantan dan betina, berumah satu, bunga betina terletak di pangkal karangan, sedangkan bunga jantan di bagian yang jauh dari pangkal.
Buah besar, diameter 10 cm sampai 20 cm atau bahkan lebih, berwarna kuning, hijau, atau coklat; buah tersusun darimesokarp berupa serat yang berlignin, disebut sabut, melindungi bagian endokarp yang keras (disebut batok) dan kedap air; endokarp melindungi biji yang hanya dilindungi oleh membran yang melekat pada sisi dalam endokarp. 
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan pratikum mengenai viabilitas pollen untuk mengetahui pengaruh lama daya simpan terhadap viabilitas serbuk sari (pollen) pada tanaman kelapa.



1.2  Tujuan Pratikum
Tujuan dari pratikum viabilitas pollen adalah
1.      Untuk mengetahui ketahanan suatu serbuk sari kelapa terhadap media buatan.
2.      Untuk mengetahui kegunaan dan fungsi dari viabilitas pollen terhadap pertumbuhan tanaman kelapa.
1.3  Kegunaan Pratikum
Kegunaan dari prtikum ini adalah unruk menambah pengetahuan mahasiswa tentang bagaimana cara menumbuhkan suatu pollen menggunakan media MS serta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Klasifikasi Tanaman Kelapa ( Cocos nucifera L)
Menurut Pandin, D. S (2010), klasifikasi tanaman kelapa (Cocos nucifera L) yaitu :
Kingdom                     : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom                : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi                : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi                           : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas                           : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas                    : Arecidae
Ordo                            : Arecales
Famili                          : Arecaceae (suku pinang-pinangan)
Genus                          : Cocos
Spesies                        : Cocos nucifera L.
2.2 Morfologi Tanaman Kelapa
2.2.1 Daun
Menurut Fauzi (2006), Tanaman kelapa memiliki daun (frond) yang menyerupai bulu burung atau ayam. Di  bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua sisisnya. Anak-anak daun (foliage leaflet) tersusun berbaris dua sampai ke ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun. Daun pada tanaman kelapa di mulai biji sudah berkecambah daan memiliki 4-6 helai daun mudah. Daun tersusun saling membalut satu sama lain dan berwarna hijau mudah. Bentuk daun hampir menyerupai kelapa sawit.
2.2.2 Batang
Tanaman kelapa umumnya memiliki batang yang tidak bercabang. Pada
pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang kelapa terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis dan enak dimakan
(Novarianto, H. 2008).
Menurut Purnasari (2013), Di batang tanaman kelapa terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas walaupun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa tampak berwarna hitam beruas. 
2.2.3 Akar
Kelapa merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Akar kelapa merupakan akar serabut, tebal dan berkayu yang berkerumun membentuk bonggol.Radikula (bakar akar) pada bibit terus tumbuh memanjang ke arah bawah selama enam bulan terus-menerus dan panjang akarnya mencapai 15 cm. Akar primer kelapa terus berkembang  (Novarianto, H. 2008).
Menurut Fauzi (2006),Susunan akar kelapa terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah  dan horizontal ke samping. Serabut primer ini akan bercabang manjadi akar sekunder ke atas dan ke bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Kedalaman perakaran tanaman kelapa bisa mencapai 8 meter dan 16 meter secara horizontal. Tanaman kelapa yang baru bertunas mempunyai akar tunggang. Namun, pertumuhan akat tersebut sangat cepat dan akan terlihat seperti berlapis. Akar tanaman memiliki struktur yang lembut di bagian dalam dan berair, serta berwarna kecoklatan
2.2.4 Bunga
Tanaman kelapa yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa mengadakan penyerbukan silang (cross pollination). Bunganya merupakan bunga majemuk dan buahnya berukuran besar dengan diameter kira-kira 10-20 cm. Tanaman kelapa berbunga setelah berumur 3-4 tahun, dan tumbuh pada ketiak dauan bagian luar yang diselubungi oleh seludang yang disebut mancung ( saptha ). Bertujuan untuk melindungin calon bunga dan buah pada pohon kelapa (Palupi, 2008).
Menurut  Palupi (2008), Buah kelapa tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicrap), daging buah  (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak, kulit biji (endocrap) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo).  Lembaga (embryo) yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah. 
1.      Arah tegak lurus ke atas (fototropy), disebut dengan plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun 
2.      Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy) disebut dengan radicula yang selanjutnya  akan menjadi akar. 
Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya berubah menjadi  hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan setelah matang menjadi merah kuning (oranye). Jika sudah berwarna oranye, buah mulai rontok dan berjatuhan (buah leles) (Palupi, 2008).
2.3 Serbuk Sari (Pollen)
Menurut Harahap (2008), Serbuk sari adalah massa mikrospora pada benih tumbuhan yang muncul biasanya sebagai debu halus. Setiap butir serbuk sari adalah badan kecil, dari berbagai bentuk dan struktur, dibentuk pada antera, atau aparatus jantan, pada tanaman berbiji dan diangkut dengan berbagai cara (angin, air, serangga, dll) ke putik, atau struktur betina, di mana pembuahan terjadi. Butiran serbuk sari tanaman berbunga (angiosperma) terdiri dari tiga bagian yang berbeda. Bagian sitoplasma pusat adalah sumber inti bertanggung jawab untuk fertilisasi. Bagian lain yang merupakan dinding butiran adalah lapisan dalam, intine, dan lapisan luar, disebut exine. Intine terdiri, setidaknya sebagian, dari selulosa. Lapisan luar dan paling tahan lama, exine, sangat resisten terhadap penguraian; pengobatan dengan panas yang hebat, asam kuat, atau basa kuat akan memiliki pengaruh kecil padanya.
Menurut Sari  (2010), Serbuk sari atau pollen merupakan alat penyebaran dan perbanyakan generatif dari tumbuhan berbunga. Serbuk sari merupakan modifikasi dari sel sperma. Secara sitologi, serbuk sari merupakan sel dengan tiga nukleus, yang masing-masing dinamakan inti vegetatif, inti generatif I, dan inti generatif II. Sel dalam serbuk sari dilindungi oleh dua lapisan (disebut intine untuk yang di dalam dan exine yang di bagian luar) untuk mencegahnya mengalami dehidrasi. Serbuk sariPollen itu sendiri tidak gamet laki-laki, tetapi masing-masing berisi butir serbuk sari vegetatif (non-reproduktif) sel-sel (hanya satu sel di sebagian besar tumbuhan berbunga tetapi beberapa tumbuhan lain) dan generatif (reproduktif) sel yang mengandung dua nukleus: tabung inti (yang memproduksi tabung serbuk sari) dan inti generatif (yang membagi untuk membentuk dua sel sperma). Sekelompok sel yang dikelilingi oleh selulosa dinding sel yang kaya disebut intine, dan tahan dinding luar sebagian besar terdiri dari sporopollenin disebut exine.
Penyimpanan pollen diperlukan jika tanaman yang akan disilangkan memiliki waktu masak yang berbeda, sehingga pollen perlu disimpan dalam jangka waktu tertentu untuk memastikan kesegarannya sebelum digunakan untuk menyerbuki kepala putik. Penyimpanan pollen juga diperlukan jika tanaman yang akan disilangkan memiliki lokasi berjauhan. Mengkoleksi butiran pollen pada kondisi viable merupakan persyaratan utama untuk menjamin kesegaran polen dalam jangka waktu yang cukup panjang. Polen yang dikoleksi pada masa awal berbunga, pertengahan masa berbunga atau akhir masa berbunga, akan memiliki variasi lamanya polen dapat disimpan. Polen yang dikoleksi pada pagi, siang atau sore juga berespon berbeda terhadap lama penyimpanan. Umumnya, polen yang diambil segera setelah bunga mekar akan memiliki daya simpan terbaik Penyimpanan serbuk sari adalah teknik penting untuk program pelestarian plasma nutfah dan pemuliaan. Selama periode penyimpanan, factor-faktor seperti suhu dan kelembaban berpengaruh pada panjang umur serbuk sari (Sari, 2010).
Menurut Luawo (2014), Serbuk sari diproduksi dalam microsporangium (yang terkandung dalam sebuah Angiosperm antera bunga, laki-laki kerucut dari tanaman termasuk jenis pohon jarum, atau laki-laki kerucut tumbuhan lain). Serbuk sari datang dalam berbagai bentuk (paling sering bola), ukuran, dan tanda-tanda permukaan karakteristik spesies (lihat elektron mikrograf di kanan atas). Serbuk sari pinus, cemara, dan cemara yang bersayap. Butiran serbuk sari yang terkecil, bahwa dari Myosotis spp., Adalah sekitar 6 μm (0,006 mm) diameter. Angin-borne serbuk sari dapat lebih besar sekitar 90-100 μm. Studi serbuk sari disebut Palinologi dan sangat berguna dalam Paleoecology, paleontologi, arkeologi, dan forensik.
Menurut Sutopo (2010), Serbuk sari akanberkecambah pada permukaan kepala putik dan membentuk suatu tabung sari. Tabung sari ini akan tumbuh melalui jaringan tangkai putik menuju ke bakal biji. Di dalam kantong embrio akan terjadi pembuahan ganda yaitu satu gamet jantan dari tabung sari akan bergabung dengan sel telur membentuk embrio danyang satunya bergabung dengan inti kutub membentuk endosperm.
Menurut Perveen (2007), Serbuk sari merupakan struktur yang digunakan untuk mengangkut gamet jantan ke gamet betina dari bunga. Mempertahankan kapasitas perkecambahan serbuk sari yang tersimpan dapat berguna dalam menghemat waktu dalam program hibridisasi dan juga dalam perbaikan tanaman. Suhu dan kelembaban merupakan faktor utama dalam mempengaruhi perilaku serbuk sari. Kedua factor lingkungan tersebut apabila terdapat pada kondisi yang optimum akan mengakibatakan kenaikan viabilitas polen.


BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Pratikum Viabilitas Pollen dilaksanakan pada hari Senin, 19 Oktober 2015 pukul 08.00 s/d selesai di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Universitas Haasanuddin, Makassaar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pratikum Viabilitas Pollen adalah kuas, cawan petri, gelas ukur, hot plate, dan bunsen. Adapun bahan yang digunakan dalam pratkum Viabiitas Pollen adalah gula pasir, alumunium foil, plastik wrapping, alkohol 70%, label, pollen (serbuk sari) kelapa, agar, air, dan larutan stok.
3.3 Metode Pelaksanaan
Adapun metode pelaksaan pratikum viabilitas pollen adalah
1.      Menyiapkan alat dan bahan.
2.      Mensteerilkan cawan petri yang akan digunakan
3.      Membuat media MS dengan cara mencampur semua bahan yang telah ditimbang lalu dipanaskan diatas hot plate sampai mendidih
4.      Menuangkan media yang telah dingin kedalam cawan petri
5.      Menggores media didalam laminar air flow dengan terlebih dahulu  mengemprotkan tangan dengan alkohol agar tangan steril dari mikroba yang akan merusak media
6.      Mensterilkan cawan petri dengan cara pemijaran pada bunsen
7.      Mengambil serbuk sari (pollen) kelapa dengan bantuan kuas lalu membuat goresan berbentuk Z pada cawan petri yang berisi media lalu menutupnya kembali dan melilitkan plastik wrapping di pinggiran cawan.


8.       
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IMG_20151028_122154.jpgIMG_20151028_122146.jpg4.1 Hasil







Gambar 4.1 Penggoresan Pollen Pada Media MS
4.2 Pembahasan
Hasil yang diperoleh pada pratikum viabilitas ini yaitu pollen yang ditanami di media MS tidak tumbuh, hal ini ditandai dengan tidak ada pollen yang mengalami perkembangan menjadi tumbuhan baru. Ada beberapa faktor yang mempengruhi tingkat keberhasilan kultur pollen ini salah satunya adalah berasal dari pratikum itu sendiri dimana kurangnya perhatian terhadap prosedur kerja serta langkah kerja hal ini disebabkan karena jumlah peserta pratikum terlalu banyak sehingga tingkat terjadinya kontaminasi lebih besar.
     Selain itu ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pratikum ini yaitu kondisi pollen yang tidak memungkinkan untuk ditanam ataupun pollen tersebut belum masak fisiologis sehingga pollen tersebut tidak tumbuh.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sari (2010), Penyimpanan pollen diperlukan jika tanaman yang akan kultur memiliki waktu masak yang berbeda, sehingga pollen perlu disimpan dalam jangka waktu tertentu untuk memastikan kesegarannya sebelum digunakan untuk ditanami. Polen yang dikoleksi pada pagi, siang atau sore juga berespon berbeda terhadap lama penyimpanan. Umumnya, polen yang diambil segera setelah bunga mekar akan memiliki daya simpan terbaik.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan pada pratikum viabitas pollen, maka dapat disimpulkan bahwa
1.      Faktor yang mempengaruhi tumbuh tidaknya suatu pollen adalah keadaan pollen yang kurang sehat dan pollen belum masak secara fisiologis
2.      Penyimpanan pollen diperlukan jika tanaman yang akan kultur memiliki waktu masak yang berbeda, sehingga pollen perlu disimpan dalam jangka waktu tertentu
3.      Pollen tidak baik digunakan untuk perbanyakan generatif karena pollen harus tumbuh dalam keadaa dan kondisi yang memungkinkan maka dari itu pollen hanya untuk penbanyakan vegetatif saja.
5.2 Saran
Saran saya terhadap laboratorium agar asisten memberi informasi yang lengkap dan terperinci agar tidak terjadi kesalahan baik dalam penulisan laporan maupun proses pratikum di dalam laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, Y., Widyastuti, Y. E., Satyawibawa, I., & Paeru, R. H. 2006. Kelapa sawit. Penebar Swadaya Grup.

Harahap, E. M.2008. Peranan Tanaman Kelapa Sawit pada Konservasi Tanah dan Air.

Luawo, R. R. L. 2014. Proses Pengolahan Pollen Pinang (Areca catechu L.) Dan Uji Viabilitasnya Pada Media Buatan (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Gorontalo).

Novarianto, H. 2008. Perakitan kelapa unggul melalui teknik molekuler dan implikasinya terhadap peremajaan kelapa di Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian, 1(4), 259-273.

Palupi, E. R., & Dedywiryanto, Y. 2008. Kajian Karakter Ketahanan terhadap Cekaman Kekeringan pada Beberapa Genotipe Bibit Kelapa Sawit (Elaeis  guineensis Jacq.). Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy), 36(1).

Pandin, D. S.2010. Penanda DNA untuk pemuliaan tanaman kelapa (Cocos nucifera L.). Jurnal Perspektif, 9(1), 21-35.

Perveen, A. 2007. Pollen germination capacity, viability and Maintanence of Pisium sativum L  papilionaceae). Middle-East Journal of Scientific Research 2: 79-81.

Purnasari, T., Muhammad, A., & Salbiah, D. 2013. Keanekaragaman Dan Biomassa Rayap Tanah Di Kebun Kelapa Sawit Dan Kebun Pekarangan Pada Lahan Gambut Di Kawasan Bukit Batu, Riau.

Sari, N. K. Y., Kriswiyanti, E., & Astarini, i. A. 2010. Uji Viabilitas dan Perkembangan Serbuk Sari Buah Naga Putih (Hylocereus undatus (Haw.) Britton & Rose), Merah (Hylocereus polyrhizus (Web.) Britton & Rose) dan Super Merah (Hylocereus costaricensis (Web.) Britton & Rose) Setelah Penyimpanan. Jurnal Biologi, 14(2).

Sutopo, Lita. 2010. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada, Jakarta.



LAMPIRAN




















 






                                                                                                          

                                                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar